Featured Post

Tentang Pelayanan: Tak Cukup Menjadi Marta, Jadilah Maria di Dekat Kaki Tuhan

Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya.   (Lukas 10:42) Menjadi Pelayan di Usia Muda Saya di...

11.24.2017

Review: Koran Kami with Lucy in the Sky


"Bumi tanpa rasa, langit tanpa batas, alam tanpa pamrih"


Saat bisnis radio meredup, sebuah lagu dengan lirik ‘video kill the radio stars’ menjadi terkenal karena ketepatannya menggambarkan zaman. Mau tak mau, para penggiat bisnis radio harus bisa membuat banyak terobosan untuk tetap hidup. Meski berarti mengorbankan jajaran pekerja yang sudah uzur.

Kita akan mati dimakan usia. Yang muda akan naik menggantikan yang tua, begitu seterusnya.
.
.
Kecuali kalau kamu CEO! Balasmu.

Ya juga, sih. Kalau kamu CEO, kamu yang berhak mengganti mereka yang sudah uzur, atas nama adaptasi.

Buku ini juga dimulai dengan pensiunnya seorang wartawan media cetak kawakan. Alih-alih menikmati hari tuanya dengan tenang, ia menerima tawaran membuat koran, bentuk media cetak yang sama di tengah ramainya media digital.

Aneh, ujarmu. Mana ada orang mencari peluang bisnis seperti itu. Seperti memancing ikan di kolam yang sudah keruh. Paling-paling dapatnya sandal.
.
.
Ya, ya, ya. Mas SS, sebutannya di sini, malah mbikin koran, bersama teman-teman sejawatnya yang sudah digusur zaman baru. Seperti halnya beberapa novel lain, Mas Bre, pengarangnya, menyisipkan kisah cinta.

Bisa dibilang cinta, bisa juga tidak. Atau mungkin Mas Bre sengaja membangun image dari awal mengenai percintaan satu kantor, sehingga membuat kita mengikuti jalan pikirannya. Kita pun menebak ada rasa ketertarikan yang tinggi antara Mas SS dan dik Lucy, si perempuan pintar nan cantik, hasil produk zaman now, yang ikut berkecimpung di dalam dunia nostalgi Mas SS.

Kenapa nostalgi?

Karena proyek menerbitkan "Koran Kami" dalam buku ini, adalah proyek ‘mengingat masa lalu’ dengan menggaungkan idealisme dan jurnalisme ‘sejati’.
.
.
Aku saja sempat tergila-gila ingin ikutan hidup dalam pikiran Mas SS dan dunia jurnalismenya yang begitu kompleks tapi menggairahkan.

Haha, katamu tertawa. Selalu tahu keinginan dan idealismeku.
.
.

*SPOILER*


80 persen buku ini menceritakan idealisme seorang wartawan. Dunia jurnalisme yang murni, bukan yang ditambah embel-embel perubahan digital. Sisanya adalah hubungan kedua orang yang berasal dari zaman yang berbeda, lalu bertemu di tengah. Alih-alih #berubah mengikuti zaman, Lucy, terseret ke masa lalu Mas SS.

Lucy menjadi teralienasi dari perubahan masa kini, yang seharusnya menjadi keahlian makhluk milenial. Unik!

Rupanya, sang Ibu melihat gelagat anaknya yang mulai tergila-gila pada Om SS dan idealisme gilanya. Ia pun berkeinginan mengembalikan anaknya ke dunia modern yang lebih menjanjikan.

Akibat campur tangan sang Ibu, Mas SS memilih melepas kepergian Lucy. Tepat ketika ia memintanya mampir ke apartemennya. Mas SS kembali ke rumah bersama istrinya, Vera.
.
.
Koran Kami dan Lucy in the sky, yang ia kagumi, adalah imajinasi Mas SS yang memabukan. Sebuah keinginan untuk mengontrol modernisasi yang menggerogoti dan menggusurnya.

Jadi, proyek itu impian belaka? tanyamu

Yang idealis dan utopis, biasanya memang hanya akan bertahan di kepala.

No comments:

Search