Featured Post

Tentang Pelayanan: Tak Cukup Menjadi Marta, Jadilah Maria di Dekat Kaki Tuhan

Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya.   (Lukas 10:42) Menjadi Pelayan di Usia Muda Saya di...

9.19.2013

Tentang Menjadi Pemimpin

Kami menyebutnya si koleris, mungkin karena sifat, mungkin karena gaya bicara, atau mungkin karena gaya kepemimpinannya. Yang saya tahu, ia adalah anak yang mempunyai keinginan kuat untuk memimpin, atau mungkin menguasai.

Saya belajar dari anak kecil yang baru berumur 12 tahun, mungkin. Keinginannya yang begitu kuat untuk memimpin mengingatkan saya pada pelatihan kepemimpinan yang saya ikuti, entah karena kemampuan atau keberuntungan. Sedikit banyak, saya belajar tentang menjadi peka terhadap lingkungan sekitar, kemampuan membaca situasi, dan menentukan sikap.

Meski mungkin karena kemampuan, saya tetap merasa beruntung karena mendapat kesempatan belajar dari pemimpin yang diagungkan banyak orang. Pemimpin itu harus tegas, karena itu yang ditunjukan beliau. Kalau kita hanya menilai kesuksesan dari hasil, beliau jagonya. Tapi tidak sampai situ, karena pada akhirnya saya adalah salah satu yang kebagian sial harus menyaksikan sendiri coreng moreng dari kepemimpinan yang beliau miliki. Saya juga yang kebagian sial menelan lontaran ketidakadilan yang beliau tunjukan.

Sebenarnya apa itu pemimpin, sampai seorang anak umur 12 tahun ini begitu menggebu-gebu menetapkan sikap, 'biar saya yang handle semuanya!'?

Kami mengenalnya sebagai si koleris yang suka diberi tanggung jawab mengatur, tapi dengan kekerasan, dengan hukuman, dengan sikap tidak mau tahu, dan sikap 'yang penting kerjaan gua udah beres' Kami juga menyebutnya sebagai si pandai yang punya jiwa kepemimpinan tapi belum tahu cara menggunakannya. Mau tahu saya menyebutnya sebagai apa? Si sok tahu, si sok pandai, dan si maunya sendiri.

Anak ini berumur 12 tahun, mungkin belum mengenal dunia yang sesungguhnya, di mana kita harus menghadapi ribuan jenis orang, dari yang bisa diajak kerja sama sampai yang tidak mau tahu-yang penting beres. Ia hanya melihat sesuatu hal harus ada di bawah kontrol dia, dan dia tidak bisa terima tugas-tugas kecil yang sepertinya meremehkan kemampuan dia. Tapi saya sayang sama dia, saya maklum karena anak kecil pun punya sifat yang bermacam-macam. Saya hanya ingin memberikan dia kesempatan untuk berpikir bahwa jalan pikiran dia yang semacam itu dapat menghancurkan sistem kerja teman-temannya. Kemampuan mengatur bukan satu-satunya yang dibutuhkan untuk menjadi pemimpin.

Pemimpin adalah mereka yang mampu dan mau mengerti keadaan sekitar, keadaan anak buahnya, dan harapan yang bukan cuma miliknya sendiri tapi aspirasi anak buahnya juga. Katakanlah ada mereka yang tahu banyak, punya ribuan pengalaman dalam berbagai hal, tapi tidak mau menerima aspirasi orang lain. Itu adalah pemimpin tuli. Cabut saja telinganya!

Pemimpin macam ini, hanya mau dituruti keinginannya. Hanya mau mendengarkan sepihak, atau malah mendengarkan isi hatinya sendiri. Ia hanya peduli pada kepentingan kelompoknya tanpa memperhatikan perasaan dan kebutuhan individu dalam kelompoknya. Saya jelas bukan orang yang tahan dengan kepemimpinan otoriter seperti ini. Kalau memang ia sudah diberi panca indera untuk merasa, dan dia tidak menggunakannya, cabut saja semuanya.

Dalam memimpin, kemampuan mengatur bukanlah segalanya. Mengatur adalah hal yang paling utama yang harus dilakukan, maka dengan sendirinya, seorang pemimpin akan belajar untuk menyesuaikan tempatnya. Tapi kalau seorang pemimpin tahu keahliannya dalam mengatur dan berlogika sudah baik, hanya saja, sifat dan perilakunya tidak menjadi sorotan utamanya, maka harus disudahilah masa kepemimpinannya.

Orang-orang yang pandai mengatur, tapi bertingkah seenaknya sendiri, harus sekali-kali diletakkan di tempat di mana ia tidak punya kekuasaan sedikitpun. Ia akan belajar untuk meghargai dan bekerja sama dengan orang lain, itupun kalau dia mau berbesar hati mengakui kelemahannya.

Kembali lagi ke pelatihan kepemimpinan yang saya dapatkan. Saya bersyukur sekali lagi, tapi saya berhenti belajar dari beliau, karena coreng morengnya lebih nyata terlihat sekarang. Hal terakhir yang saya pelajari dari beliau mungkin, kepemimpinan tidak boleh absolut dan selamanya, karena pada saat itulah seorang pemimpin akan lupa tanggung jawabnya, dan malah fokus terhadap jabatannya sendiri dan kepentingannya sendiri.

Beliau dulu adalah pemimpin hebat. Seorang pemimpin yang hebat harusnya tahu kekurangannya dan tidak perlu menutupinya, tapi malah mengakui dan memperbaikinya. Makanya saya bilang beliau dulu adalah pemimpin yang hebat.

Saya doakan agar Tuhan yang beliau percaya tidak segera memberedel panca indranya, itu saja.

No comments:

Search