Featured Post

Tentang Pelayanan: Tak Cukup Menjadi Marta, Jadilah Maria di Dekat Kaki Tuhan

Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya.   (Lukas 10:42) Menjadi Pelayan di Usia Muda Saya di...

9.11.2015

Perempuan

'Dalam keadaan seperti itu, datanglah berdoa kepada Bunda Maria yang sangat memahami kesedihanmu, karena dia adalah Bunda Kristus yang menderita'  
-Nasihat ayah Karol Wojtyla (Paus Yohanes Paulus II)  dalam buku Aku, Anak Bumiku.
Mengapa harus belajar dari Bunda Maria, Ibu Yesus, Bunda yang mengandung dari roh kudus?

Seandainya pada zaman ini kita bertemu dengan perempuan-perempuan yang beranak tanpa pasangan, entah apa yang akan kita ucapkan pertama kali. Atau entah bagaimana perempuan itu mampu menerima pergunjingan dan judgement masyarakat yang seenak-udelnya sendiri.

'Perempuan harus kuat, harus rela berkorban'

Semasa hidupnya, banyak hal yang dapat diteladani dan dipelajari dari perjuangan perempuan. Seperti nasihat ibu pada saya ketika saya berulang tahun ke 23. 'Jadi perempuan harus kuat, harus rela berkorban.'

Makhluk yang selalu diasosiasikan sebagai makhluk sekunder setelah laki-laki, berbadan mungil, dan terkadang dibilang 'lemah' ini, mengapa harus menjadi kuat dan rela berkorban? Bersyukur karena dari sejak kecil, saya berteman dengan perempuan-perempuan hebat yang mandiri dan kuat. Dari mereka saya melihat dan belajar banyak hal. Bahwa seorang perempuan tidak seperti pergunjingan masyarakat kebanyakan.

Menjadi seorang perempuan yang diberkati dengan rahim dan dua payudara, yang suatu saat (mungkin) akan mengandung, membawa benih sebuah kehidupan selama 9 bulan. Tidak sampai situ, setelahnya akan lahir darinya seorang anak yang harus giat diberi asupan makan dari kedua payudaranya.

Masih ada saja orang-orang yang suka mencibir perempuan-perempuan yang tidak bisa hamil, atau yang ASI nya tidak bisa keluar karena satu dan lain hal, seakan-akan perempuan itu dikodratkan untuk hamil dan menyusui; dihamili, dan harus memberi susu. Begitu terus.

Berat kalau terlahir perempuan. Itu kata saya seorang perempuan. Bukan berarti tidak mensyukuri rahmat yang diberikan, tetapi itu yang terkadang saya keluhkan. Ambil contoh paling mudah saja, sebulan sekali harus meringkuk di kasur akibat menstruasi. Belum lagi kalau harus mengikuti standart yang diberikan masyarakat pada perempuan.

 Tentang double standard yang kadang berlaku antar laki-laki dan perempuan.

Ingin saya belajar dari perempuan-perempuan hebat yang rela berkorban demi segalanya.

Tentang si A yang di masa mudanya dinikahi laki-laki muda bergairah. Di pernikahannya, si laki-laki terjatuh dari bisnis ini itu, lalu menganggur. Si A yang beranak 3 bangun setiap pagi sebelum anak-anaknya yang masih kecil berangkat sekolah. Menyiapkan susu dan bekal, lalu memandikan ketiga buah hatinya.

Lalu membangunkan suaminya. Mencium tangannya lalu pamit bekerja. Si suami lalu bangun mengantar anak-anaknya ke sekolah. Sepulang dari kerja, si A menemukan si suami tertidur di kamarnya. Tanpa membangunkannya, si A beberes rumah, mencuci piring, lalu menyiapkan makan malam untuk keluarganya.

Hari dilalui tanpa keluhan. Ah, si A, bunda yang begitu baik hati.

Atau tentang si B. Remaja yang berusia 18 tahun, baru lulus SMA. Ingin menikah muda. Cantik parasnya, dikenal sebagai ketua OSIS yang jago kepemimpinannya. Ia bertemu dengan seorang laki-laki berusia 8 tahun lebih tua.

Diselingkuhi sekali, ia maafkan.
Dihamili oleh si lelaki. ia pun kawin di usia mudanya.

Si B dengan rajin dan tekun menjalani kehidupan berkeluarganya. Membantu suami bekerja, mencintainya dengan penuh. Melupakan masa lalunya, dan tidak henti menyemangatinya.

Dan juga para perempuan-perempuan yang kedalaman hatinya tidak banyak dimengerti. Hanya terkadang suka dicap pelacur karena berganti pasangan. Atau gossip-gossip jahat yang menimpanya.

Berapa banyak perempuan yang dicap pelacur merindukan cinta sejatinya.

Seperti si C yang menjadi pergunjingan di desanya. Kemarin tidur dengan laki-laki yang ini. Selang beberapa bulan terlihat mesra dengan lelaki yang itu.

Tidak banyak yang tahu, si C hidup sendiri di rumahnya, merindukan keluarga yang tinggal jauh dari situ. Merindukan sebuah pelukan yang hanya didapatnya dari laki-laki yang pembohong. Dan ciuman di bibirnya, didapatnya dari laki-laki yang munafik.

Hati si C yang bertahan di tengah pergunjingan, siapa yang pernah tahu kedalaman hatinya.

Mereka bilang, perempuan itu lemah dan perlu dilindungi. Tetapi perempuan yang mana harus dilindungi, apakah seorang perempuan yang dipergunjingkan dan dicap pelacur, bukan perempuan yang harus dilindungi? Bukan perempuan yang harus dimengerti?

Hati seorang perempuan begitu dalam. Begitu sulit diselami. Dan perempuan-perempuan itu memilih bertahan, dan berkorban untuk orang-orang yang menyentuh hatinya sesaat.

Penderitaan perempuan terkadang disimpannya. Dibawanya dalam doa.

Dan kepada Bunda Maria, seorang perempuan kudus, aku belajar.

1 comment:

gadis payung kuning said...

haiiiiii mbaknya :)i like this one!!! wowowowowowowowow :)

Search