Featured Post

Tentang Pelayanan: Tak Cukup Menjadi Marta, Jadilah Maria di Dekat Kaki Tuhan

Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya.   (Lukas 10:42) Menjadi Pelayan di Usia Muda Saya di...

2.03.2018

Ulasan "Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas": Otak, Kemaluan, dan Teori Freud

(Source: Isolapos.com)

Dalam teorinya, Sigmund Freud menyatakan alam bawah sadar manusia yang menjadi penentu perilakunya memiliki 3 unsur, ID, Ego, dan Superego. Ego menjadi penengah antara aspek ID (dorongan dan hasrat primordial manusia yang ingin dipuaskan) dan Superego (kesadaran manusia akan nilai dan moral yang ada di masyarakat). Ego menyelesaikan perselisihan antara hasrat memuaskan keinginan dan nilai/moral yang berlaku di masyarakat dengan berbagai mekanisme seperti represi, pengalihan, rasionalisasi, dan sebagainya.

Mudahnya, (ini menurut saya) Ego adalah otak manusia, Superego adalah hati nurani manusia, dan ID adalah kemaluan, yang menjadi otak kedua manusia. Kemaluan yang sering ditabukan ini, rupanya menjadi bagian yang penting dalam perilaku manusia. Seperti Eka Kurniawan berhasil ceritakan dalam novel "Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas".

*Spoiler*

"Hanya orang yang enggak bisa ngaceng, bisa berkelahi tanpa takut mati," 
kata Iwan Angsa sekali waktu perihal Ajo Kawir.

-"Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas" hal 1

Begitu, Eka Kurniawan memulai paragraf pertama dalam novelnya ini. Ia mengisahkan tentang Ajo Kawir, pemuda yang kemaluan atau 'burungnya' ogah ngaceng sejak ia berusia 12 tahun. Si Tokek, teman dan sahabat dekatnya, sedikit banyak, ikut menjadi penyebab kelainan yang dialami Ajo Kawir. Seperti pemuda pada umumnya yang mungkin belum lama akil balig, selalu penasaran ketika melihat perempuan telanjang yang mampu membuat kemaluannya berdiri.

Didorong keinginan ini, Si Tokek mengajak Ajo Kawir mengintip pemandangan yang baru saja ditemukannya. Ia berpikir, pemandangan ini harus dan wajib dibagi dengan teman seperjuangannya. Saat Ajo Kawir yang saleh dan kadang-kadang nakal ini akhirnya bersedia mengikutinya, ia menganga melihat pemandangan yang ditunjukkan Si Tokek.

Dua orang polisi, dalam puncak rezim yang penuh kekerasan, memerkosa  seorang wanita gila di rumahnya. Polisi itu rutin datang di satu hari dalam setiap minggu untuk memandikan Rona Merah, nama wanita itu, hanya untuk memerkosanya kemudian.

Dengan darah yang berdesir-desir, Ajo Kawir mengintip kegiatan itu dengan was-was. Burungnya sendiri sudah ngaceng karena melihat wanita gila telanjang, belum lagi saat melihat kedua polisi yang sedang menggagahinya. Namun, karena suatu hal, persembunyian Ajo Kawir dan Si Tokek terbongkar. Keduanya tertangkap oleh polisi yang baru setengah 'bekerja'.

Nasib buruk membawa Ajo Kawir dalam sebuah peristiwa di mana ia dipaksa kedua polisi jahat itu untuk ikut memerkosa wanita gila. Entah karena takut, panik, atau keputusan sendiri, 'burung' itu memilih menciut dan tidur selamanya.

Mulai saat itu, kemaluan Ajo Kawir belum pernah bangun lagi.

Tragedi ini yang membuatnya memutuskan menghabisi seseorang pengusaha tambak yang sudah memerkosa Si Janda Muda. Ia bilang, ia tidak pernah suka seorang bajingan jenis begitu. Dalam perjalanannya menemui si pengusaha tambak, ia jatuh cinta setelah sebuah perkelahian mematikan dengan anak buah pengusaha tambak, Iteung.

Segala hal tentang kemaluan yang tidak bisa ngaceng menjadi terlalu rumit saat si pemilik kemaluan jatuh cinta. Apalagi saat Iteung menyatakan cintanya pada Ajo Kawir.

Memikirkan kemaluannya, Ajo Kawir memutuskan untuk menolak Iteung dan terjun dalam dunia perkelahian untuk membalaskan dendam-dendan orang. Ujarnya, ia hanya butuh berkelahi untuk melupakan rindu dan cintanya pada Iteung. Namun, Iteung datang kembali.


Jari-jariku, bisa melakukan apa yang selama bertahun-tahun, dan mungkin bertahun-tahun ke depan, tak bisa dilakukan kemaluanku. Jari-jariku selalu teracung, keras, meskipun tak pernah membesar. Jari-jariku tak akan pernah tertidur.

-hal 101

Iteung yang akhirnya tahu kemaluan Ajo Kawir yang sedang dalam hibernasi, tetap memintanya untuk menikahinya. Ia tidak peduli kalau Ajo Kawir hanya memuaskannya dengan jari-jarinya yang lebih lihai. Kedua sejoli yang saling mencintai itu pun akhirnya menikah dan hidup berdua.

Namun, cerita tidak berhenti di situ. Iteung yang setiap malam terbangun bersimbah keringat dan kemaluannya selalu basah menjadi masalah masa lalu yang muncul dalam pernikahan Ajo Kawir. Suatu hari, Iteung datang menemui suaminya dan memberitahunya bahwa perutnya sedang mengandung seorang anak, yang tidak mungkin adalah anak Ajo Kawir.

Ajo Kawir beringas. Ia menyalahkan Iteung, ia menyalahkan dirinya, ia menyalahkan kemaluannya yang sedang tidur. Ia marah dan menghabisi orang tua yang sudah lama berhenti dari dunia perkelahiannya. Akibatnya, Ajo Kawir dijebloskan ke dalam penjara.

Iteung terduduk di lantai kamar mandi. Bayangan burung hitam milik pak guru itu terus bermain di kepalanya. Otot di ujung rahimnya berdenyut-denyut. 
Aku menginginkan burung hitam itu. Sialan, aku menginginkan burung hitam jelek itu.
Itu perkelahian yang tak bisa dimenangkannya.

-hal 173

Di lain kisah, Iteung diceritakan pernah menjadi gadis kecil yang secara seksual dilecehkan oleh gurunya. Iteung muda sering diminta gurunya untuk membersihkan kelas dan membantunya. Rupanya, si guru selalu memintanya tinggal untuk kemudian mengerjainya. Iteung muda yang benci situasi itu kemudian memilih mengikuti pelajaran bela diri untuk melindungi kemaluannya yang sudah berulang kali digagahi 'burung' pak guru.

Dendamnya telah dibayar tuntas saat ia akhirnya mengalahkan gurunya yang bajingan. Namun, ada hasrat yang tak pernah terbayar kala kemaluan suaminya tidak bisa bangun. Budi Baik, salah satu teman seperguruannya, yang pernah begitu mencintainya datang di saat ia tidak mampu mengalahkan hasrat kemaluannya. Hari itu, benih Budi Baik tertanam di rahim Iteung.

"Kamu belajar apa dari si Burung Kuntul?"
"Hidup dalam kesunyian. Tanpa kekerasan, tanpa kebencian. Aku berhenti berkelahi untuk apa pun. Aku mendengarkan apa yang diajarkan Si Burung."

-hal 123

Bagian ini menunjukkan Ajo Kawir yang baru saja keluar dari penjara dan menjadi pengemudi truk lintas Sumatera-Jawa. Ajo Kawir pensiun dari dunia perkelahian karena mulai mendengarkan si burung yang rupanya ingin ia menempuh jalan diam. Ajo Kawir mengalami proses pendewasaan setelah bertahun-tahun hibernasi burungnya hanya membawa kekacauan dalam hidupnya. Di dalam proses pendewasaan ini, ia bertemu seorang bocah yang menjadi keneknya bernama Mono Ompong.

Eka kembali menceritakan Mono Ompong yang membalaskan dendam pribadinya pada supir truk lainnya yang sering menggesekkan kemaluannya pada punggung si bocah. Mono Ompong menerima tantangan si pengemudi truk bajingan bernama Si Kumbang dalam sebuah adu perkelahian. Mono Ompong menang, meski ia harus menginap lama di rumah sakit.

Suatu hari, Ajo Kawir bertemu dengan Jelita, wanita buruk rupa yang tiba-tiba berada di dalam truknya. Setelah Mono Ompong tak bisa menemaninya dalam perjalanannya, Jelita lah yang duduk di sebelahnya saat ia menempuh perjalanan Sumatera-Jawa. Sejak bertemu Jelita, Ajo Kawir sering mengalami mimpi basah. Tak jarang, mimpinya selalu tentang dirinya yang berhubungan dengan Jelita.

Ajo Kawir mulai merindukan Iteung yang sedang mendekam di penjara karena telah membunuh Budi Baik, ayah dari anaknya. Dalam kerinduannya dan pengalaman baru si burung yang sering mimpi basah. Ia bermimpi berhubungan badan dengan Jelita, kemaluannya bangun dari tidur panjangnya karena Jelita, wanita yang mengingatkannya pada Rona Merah, wanita gila yang hadir saat ia mengalami trauma masa kecilnya. Jelita hilang keesokan harinya.

Dengan hasrat menggebu, Ajo Kawir ingin menemui Iteung yang akan keluar dari penjara. Iteung yang masih menyimpan dendam suaminya, memutuskan mengejar kedua polisi yang sudah menyebabkan kemaluan suaminya tidur panjang. Ia membayar tuntas dendam dan trauma suaminya dengan menghabisi nyawa dua polisi itu.

Iteung kembali mendekam di dalam penjara. Sementara, si burung secara ajaib bangun dan membesar. Mau tidak mau, Ajo Kawir kembali menunggu sampai Iteung keluar dari penjara.

*Spoiler Selesai*

"Kehidupan manusia ini hanyalah impian kemaluan kita. 
Manusia hanya menjalaninya saja."

-hal 189


Eka menuturkan seluruh pengalaman orang-orang yang kehidupannya digerakkan oleh hasrat yang muncul dari perkara kemaluan. Ia bermain dengan kemaluan para tokoh-tokoh dan latar belakang mereka. Dimulai dari para polisi yang merasa memiliki kekuatan dan kekuasaan, lalu memerkosa si wanita gila. Keinginan kemaluan juga yang membawa Ajo Kawir dan Si Tokek mengintip kegiatan perkosaan yang mampu membuat burungnya bangun.

Meski sudah tertidur pun, kemaluan Ajo Kawir masih membawa masalah. Ia memilih menempuh jalan kekerasan dan perkelahian karena ketidakmampuan membuat kemaluannya bangun. 

Beberapa kisah lain tentang Iteung dan Mono Ompong juga menunjukkan masalah otak manusia yang menjalani keinginan kemaluannya. Tak jarang, mereka yang kalah dalam perkelahiannya dengan hasrat seksualnya, menemui masalah.

Seperti Freud katakan, Ego yang lebih banyak dikuasai ID menyebabkan manusia itu menderita psikoneurosis atau kelainan jiwa. 

Eka Kurniawan mempertontonkan kelainan Ajo Kawir yang menjadi momok para laki-laki, sebagai jalan yang paling bijaksana. Impotensi Ajo Kawir justru membuatnya paling bijak di antara tokoh-tokoh lain yang hanya didorong keinginan seksualnya. Si Burung yang tidur, malah mengajaknya untuk menempuh jalan Mahaguru yang hidup dalam kesunyian dan menjauh dari kekerasan.

Berbeda dengan kita yang memiliki kemaluan yang masih berfungsi normal, terkadang malah terjeblos dalam perilaku yang didorong nafsu. Memang betul, kemaluan menjadi otak kedua manusia yang tak jarang membawa manusia itu menempuh jalan-jalan yang tidak sesuai norma dan nilai, yang pada akhirnya diaminkan oleh Ego yang mencari pembenaran.

Jadi, kalau lain waktu, kita mencari pembenaran akan kesalahan yang didorong oleh hasrat otak kedua kita yang terletak di kemaluan, mungkin sudah saatnya kita mengingat kebijaksanaan Si Burung Ajo Kawir yang tertidur.

No comments:

Search